HIMMAH AMBIL LANGKAH EKSTRIM
Atasi Masalah
Seragam
Izin pun Ditutup
Salah satu yang
menjadi perhatian utama dari HIMMAH saat ini adalah masalah ketertiban. Hal ini
telah didengungkan sejak awal kepengurusan Taufik dkk, sebagaimana diungkapkan
ketua HIMMAH beberapa waktu lalu bahwa aspek yang menjadi perhatian utama
adalah masalah seragam. Memang bila kita mau menilik pada kepengurusan sebelum
ini (HIMMAH 2012, red) yang masih menjadi problem paling dilematis adalah
seragam. Bahkan pada kepengurusan tahun lalu seperti menjadi batu sandungan
ketika masih banyak murid-murid MMH yang tidak memakai seragam.
Untuk itulah di
awal kepengurusan ini, HIMMAH benar-benar mulai memfokuskan kinerjanya pada
penanganan masalah seragam. Sebagaimana yang sempat kami pantau di lapangan
beberapa waktu lalu (1/11), pengurus HIMMAH utamanya Qism Al-Amni mengadakan
pendataan bagi mereka –murid-murid- yang tidak mempunyai seragam. Sedianya dari
pendataan itu oleh HIMMAH akan diajukan kepada bendahara pusat (Keuangan,red) untuk
diberikan seragam, dan nantinya menjadi tanggungan dari murid yang bersangkutan
di akhir semester.
Namun saat kami
konfirmasi pada Kamis (8/11) kemarin, Ketua HIMMAH Taufikurrohman mengatakan
bahwa rencana tersebut ternyata dibatalkan karena tidak menemukan kata sepakat
antara HIMMAH dan Keuangan, “Nggak jadi itu, ya nanti mereka tetap harus punya
seragam tapi beli sendiri” ujar dia saat kami temui di sela-sela penjagaan
muhafadzoh. Sebelumnya HIMMAH juga telah mengeluarkan keputusan baru yakni
menutup izin seragam, hal ini sempat menjadi sorotan dari beberapa pihak
terutama murid MMH sendiri. Sebagaimana yang diungkapakn oleh Rizqi bahwa hal
itu nanti akan berimbas pada murid lainnya, “Kalo izinnya ditutup, saya rasa
akan berakibat juga pada yang lain. Bisa saja nanti akan ada tindakan
mengghosob yang lain karena nggak punya seragam, sementara izinnya ditutup”
ujar murid kelas VI ini.
Menanggapi hal
tersebut Taufik mengatakan bahwa izin tidak sepenuhnya ditutup, namun dari
HIMMAH mengganti dengan izin yang berlaku selama dua minggu dengan harga tiga
ribu rupiah, per-surat izin. Bentuk surat izin kali ini pun berbeda dari sebelumnya,
yakni berupa kartu –yang sebelumnya berupa kertas biasa-. Taufik juga
menanmbahkan bahwa adanya izin itu pun juga disertai dengan adanya pernyataan
dari murid bersangkutan untuk bisa memiliki seragam lagi, “Nanti juga disuruh
buat pernyataan untuk memiliki seragam lagi” lanjut dia.
Hal senada juga
disampaikan oleh Koordiantor Qism Al-Amni Dafiqul Ilham, ia mengatakan bahwa
izin tersebut bertujuan untuk memberikan waktu kepada murid MMH agar bisa
memiliki sergam lagi, “Kalo nanti nggak segera punya seragam ya tetep dihukum”
ujarnya saat kami temui di lokasi jaganya. Dari pantauan Bulletin HIMMAH, sejak
adanya penutupan izin seragam ternyata masih saja ada beberapa murid yang tidak
berseragam dan tanpa mengantongi izin, jadilah mereka dikenai ta’ziran dari
pengurus HIMMAH.
Dari seluruh murid
yang dihukum, beberapa mengaku bahwa seragamnya hilang, “Lha ilang lho kang,
pye neh. Gek ilange arep mangkat ki mau sisan” ujar salah satu murid kepada
Buletin HIMMAH. Terlepas hal tersebut terjadi karena ditutupnya izin atau pun
sebab lainnya, HIMMAH tetap memberikan hukuman kepada mereka. Seperti yang
dinyatakan oleh Taufik lagi bahwa dengan alasan apa pun tetap dikenai sanksi,
“tetap dita’zir apa pun alasannya bila nggak ada izin” papar dia.
Pemasukan Berkurang,
Tak Jadi Hambatan Program HIMMAH
Harus diakui
langkah yang diambil HIMMAH dengan menutup izin seragam, memberikan efek yang
sangat terasa di beberapa aspek. Selain kepada murid MMH sendiri, langkah ini
juga cukup berimbas pada menurunnya pendapatan asli HIMMAH.Bila dibandingkan
dengan bulan lalu –sebelum izin ditutup- ada perbedaan yang sangat mencolok
pada pemasukan kali ini. Untuk bulan lalu saja, kami mendapatkan informasi
bahwa pemasukan dari izin seragam sempat menembus angka tiga ratus ribu rupiah,
angka tersebut bisa saja bertambah dengan banyaknya murid yang membeli izin.
Berbeda dengan kali ini, meski baru berjalan sekitar dua minggu efek tersebut
mulai tampak, hal tersebut pun diakui oleh ketua HIMMAH, “Ada efeknya memang,
pemasukan (HIMMAH) jadi sedikit. Tapi itu tidak jadi hambatan bagi program kerja
HIMMAH” ujar dia.
Namun di sisi
lain, langkah HIMMAH yang bisa dikatakan ekstrim ini mulai menunjukan hasil
yang cukup positif. Setidaknya kini tak ada lagi antrian berjubel di asrama
Juhfah pondok, oleh membludaknya murid MMH yang membeli izin dengan berbagai
alasan. Selain itu juga jumlah murid yang dita’zir –karena tidak seragam- pun
mulai menurun dibanding sebelumnya, “ Yang dita’zir kan sekarang mulai menurun”
ungkap Taufik. Ke depannya HIMMAH juga akan mengadakan penyablonan seragam,
namun hal tersebut belum bisa dilaksanakan karena adanya sedikit kendala,
“Untuk penyablonan sudah dapat tempat, namun belum bisa saat ini” sambungnya
lagi.Taufik juga menambahkan bahwa selain seragam, masalah keberangkatan murid
juga akan segera ditangani, “Yang masih jadi kendala saat ini adalah
pemberangkatan. Ada dua faktor yang jadi penyebabnya, yaitu dari pengurus
HIMMAH dan murid itu sendiri” papar dia.
Apa pun efek yang
ditimbulkan dari langkah HIMMAH –menutup izin- hal itu bila dijalankan dengan
konsisten tampaknya akan memberikan jalan lebar bagi penyelesaian problem
seragam yang selama ini menjadi bahan pembicaraan hangat di setiap rapat
evaluasi HIMMAH. Namun masih terlalu pagi untuk mengatakan hal tersebut sebagi
sebuah pencapaian cemerlang, semua ini masih perlu diamati dan dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab. Sehingga tujuan utama HIMMAH untuk menjadikan semua
murid MMH memiliki seragam benar-benar bisa terwujud.(@md/team)