Monday, 8 April 2013

Sajian Utama II


HIMMAH AMBIL LANGKAH EKSTRIM

Atasi Masalah Seragam
Izin pun Ditutup  
                Salah satu yang menjadi perhatian utama dari HIMMAH saat ini adalah masalah ketertiban. Hal ini telah didengungkan sejak awal kepengurusan Taufik dkk, sebagaimana diungkapkan ketua HIMMAH beberapa waktu lalu bahwa aspek yang menjadi perhatian utama adalah masalah seragam. Memang bila kita mau menilik pada kepengurusan sebelum ini (HIMMAH 2012, red) yang masih menjadi problem paling dilematis adalah seragam. Bahkan pada kepengurusan tahun lalu seperti menjadi batu sandungan ketika masih banyak murid-murid MMH yang tidak memakai seragam.
                Untuk itulah di awal kepengurusan ini, HIMMAH benar-benar mulai memfokuskan kinerjanya pada penanganan masalah seragam. Sebagaimana yang sempat kami pantau di lapangan beberapa waktu lalu (1/11), pengurus HIMMAH utamanya Qism Al-Amni mengadakan pendataan bagi mereka –murid-murid- yang tidak mempunyai seragam. Sedianya dari pendataan itu oleh HIMMAH akan diajukan kepada bendahara pusat (Keuangan,red) untuk diberikan seragam, dan nantinya menjadi tanggungan dari murid yang bersangkutan di akhir semester.
                Namun saat kami konfirmasi pada Kamis (8/11) kemarin, Ketua HIMMAH Taufikurrohman mengatakan bahwa rencana tersebut ternyata dibatalkan karena tidak menemukan kata sepakat antara HIMMAH dan Keuangan, “Nggak jadi itu, ya nanti mereka tetap harus punya seragam tapi beli sendiri” ujar dia saat kami temui di sela-sela penjagaan muhafadzoh. Sebelumnya HIMMAH juga telah mengeluarkan keputusan baru yakni menutup izin seragam, hal ini sempat menjadi sorotan dari beberapa pihak terutama murid MMH sendiri. Sebagaimana yang diungkapakn oleh Rizqi bahwa hal itu nanti akan berimbas pada murid lainnya, “Kalo izinnya ditutup, saya rasa akan berakibat juga pada yang lain. Bisa saja nanti akan ada tindakan mengghosob yang lain karena nggak punya seragam, sementara izinnya ditutup” ujar murid kelas VI ini.
                Menanggapi hal tersebut Taufik mengatakan bahwa izin tidak sepenuhnya ditutup, namun dari HIMMAH mengganti dengan izin yang berlaku selama dua minggu dengan harga tiga ribu rupiah, per-surat izin. Bentuk surat izin kali ini pun berbeda dari sebelumnya, yakni berupa kartu –yang sebelumnya berupa kertas biasa-. Taufik juga menanmbahkan bahwa adanya izin itu pun juga disertai dengan adanya pernyataan dari murid bersangkutan untuk bisa memiliki seragam lagi, “Nanti juga disuruh buat pernyataan untuk memiliki seragam lagi” lanjut dia.
                Hal senada juga disampaikan oleh Koordiantor Qism Al-Amni Dafiqul Ilham, ia mengatakan bahwa izin tersebut bertujuan untuk memberikan waktu kepada murid MMH agar bisa memiliki sergam lagi, “Kalo nanti nggak segera punya seragam ya tetep dihukum” ujarnya saat kami temui di lokasi jaganya. Dari pantauan Bulletin HIMMAH, sejak adanya penutupan izin seragam ternyata masih saja ada beberapa murid yang tidak berseragam dan tanpa mengantongi izin, jadilah mereka dikenai ta’ziran dari pengurus HIMMAH.
                Dari seluruh murid yang dihukum, beberapa mengaku bahwa seragamnya hilang, “Lha ilang lho kang, pye neh. Gek ilange arep mangkat ki mau sisan” ujar salah satu murid kepada Buletin HIMMAH. Terlepas hal tersebut terjadi karena ditutupnya izin atau pun sebab lainnya, HIMMAH tetap memberikan hukuman kepada mereka. Seperti yang dinyatakan oleh Taufik lagi bahwa dengan alasan apa pun tetap dikenai sanksi, “tetap dita’zir apa pun alasannya bila nggak ada izin” papar dia.
Pemasukan Berkurang,
Tak Jadi Hambatan Program HIMMAH
                Harus diakui langkah yang diambil HIMMAH dengan menutup izin seragam, memberikan efek yang sangat terasa di beberapa aspek. Selain kepada murid MMH sendiri, langkah ini juga cukup berimbas pada menurunnya pendapatan asli HIMMAH.Bila dibandingkan dengan bulan lalu –sebelum izin ditutup- ada perbedaan yang sangat mencolok pada pemasukan kali ini. Untuk bulan lalu saja, kami mendapatkan informasi bahwa pemasukan dari izin seragam sempat menembus angka tiga ratus ribu rupiah, angka tersebut bisa saja bertambah dengan banyaknya murid yang membeli izin. Berbeda dengan kali ini, meski baru berjalan sekitar dua minggu efek tersebut mulai tampak, hal tersebut pun diakui oleh ketua HIMMAH, “Ada efeknya memang, pemasukan (HIMMAH) jadi sedikit. Tapi itu tidak jadi hambatan bagi program kerja HIMMAH” ujar dia.
                Namun di sisi lain, langkah HIMMAH yang bisa dikatakan ekstrim ini mulai menunjukan hasil yang cukup positif. Setidaknya kini tak ada lagi antrian berjubel di asrama Juhfah pondok, oleh membludaknya murid MMH yang membeli izin dengan berbagai alasan. Selain itu juga jumlah murid yang dita’zir –karena tidak seragam- pun mulai menurun dibanding sebelumnya, “ Yang dita’zir kan sekarang mulai menurun” ungkap Taufik. Ke depannya HIMMAH juga akan mengadakan penyablonan seragam, namun hal tersebut belum bisa dilaksanakan karena adanya sedikit kendala, “Untuk penyablonan sudah dapat tempat, namun belum bisa saat ini” sambungnya lagi.Taufik juga menambahkan bahwa selain seragam, masalah keberangkatan murid juga akan segera ditangani, “Yang masih jadi kendala saat ini adalah pemberangkatan. Ada dua faktor yang jadi penyebabnya, yaitu dari pengurus HIMMAH dan murid itu sendiri” papar dia.
                Apa pun efek yang ditimbulkan dari langkah HIMMAH –menutup izin- hal itu bila dijalankan dengan konsisten tampaknya akan memberikan jalan lebar bagi penyelesaian problem seragam yang selama ini menjadi bahan pembicaraan hangat di setiap rapat evaluasi HIMMAH. Namun masih terlalu pagi untuk mengatakan hal tersebut sebagi sebuah pencapaian cemerlang, semua ini masih perlu diamati dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga tujuan utama HIMMAH untuk menjadikan semua murid MMH memiliki seragam benar-benar bisa terwujud.(@md/team)    

Friday, 15 March 2013

Madrasatuna (metode baru MMH)


MADROSTUNA
TAFTISY, METODE BARU SEBAGAI BAROMETER
 KEMAPUAN BACA KITAB MURID MMH
Belum lama ini pihak madrasah mengeluarkan satu aturan baru bagi proses pendidikan di MMH, aturan itu adalah dengan menerapakan metode taftisy bagi kelas 3-6. Tujuan dari metode yang baru dilaksanakan sekitar tiga minggu ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan baca kitab salaf dari murid-murid MMH. Dikeluarkannya aturan baru terkait metode ini, dilatarbelakangi oleh keprihatinan para pendidik di lingkungan MMH, dengan semakin menurunnya kemampuan baca kitab dari murid-murid kelas 6 yang notabene seharusnya sudah lancar.
                Hal itu sebagaimana yang dipaparkan oleh Ust. Muhith al-Hilmy kepada Bulletin HIMMAH kemarin (3/10), ia mengatakan bahwa keprihatian itulah yang akhirnya memunculkan metode baru ini, “Jadi itu sebenarnya berawal ketika selapanan dewan asatidz beberapa waktu lalu. Banyak murid kelas enam yang ternyata masih belum bisa sama sekali membaca kitab” ujar dia pada kami. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sebenarnya ada usulan dari Ust. H. Abdul Wachid untuk menentukan target per jenjang, “Ada usulan yang bagus dari Gus Wachid, yaitu dengan menargetkan per jenjang untuk bisa membaca kitab. Kalau kelas dua ya targetnya bisa baca Mabadi’. Dan itu dimasukkan dalam ujian syafahi” imbuhnya lagi.
                Di kesempatan lain kemarin (4/10), kami juga sempat menghubungi salah satu Ustadz yang menerapkan metode ini. Adalah pak Nashiruddin yang kini menangani murid kelas VB, beliau meuturkan bahwa metode ini memang baru dan dirasa sangat bagus untuk diterapkan, “Menurut kulo ini (taftisy, red) sangat baik untuk diterapkan” ujar beliau. “Dengan cara begini akan dapat dua hal, pertama bisa tahu kekurangan murid dalam mebaca kitab, dan kedua, murid tau sendiri apa yang menjadi kekurangannya” sambungnya lagi.
                Pak Nashir, -sapaan akrabnya- juga menambahkan bahwa dengan diterapaknnya tafttisy akan memberi gambaran seberapa besar kemampuan murid dalam membca kitab. Dan yang terpenting menurutnya adalah suport agar mereka tetap semangat, “Saya selalu berikan mereka suport, agar terus belajar dan terus belajar. Awal-awalnya itu ketika saya ajak hanya beberapa yang ikut, tapi sekarang semuanya mau ikut” ungkapnya. Semoga saja metode baru ini bisa mengembalikan nilai keilmuan salaf di MMH yang mulai menurun dari para murid, dengan begitu mereka benar-benar menjadi generasi yang berkualitas. (@md/team)